Pilgrimage 2024

Mengetahui Kelemahan

Christofer Kent J/ PIKA 53

Pilgrimage jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti ziarah. Menurut Google, ziarah adalah praktik yang dilakukan sebagian besar umat beragama dan memiliki makna moral yang penting. Ia merupakan perjalanan ke tempat suci yang dapat membawa transformasi pribadi, setelah itu peziarah kembali ke kehidupan sehari-hari mereka.

Jika saya jelaskan dengan kata-kata saya sendiri, pilgrimage adalah perjalanan menuju tempat keagamaan sambil merefleksikan kehidupan pribadi kita di sepanjang jalan, sehingga kita dapat berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Kegiatan pilgrimage yang saya jalani adalah perjalanan menuju Girisonta, Ungaran, yang dilaksanakan pada 20–21 Desember. Perjalanan ini dimulai dari SMK PIKA Semarang dan berakhir di Girisonta, Ungaran. Kami berjalan kaki sejak sore tanggal 20 Desember hingga tiba di tujuan pada 21 Desember pukul 01.45 WIB.

Pada awal kegiatan, saya merasa kurang siap dan mengalami perasaan takut serta ragu terhadap diri sendiri. Namun, saya berusaha menguatkan hati agar tidak takut dan bisa menikmati perjalanan. Melihat semangat teman-teman, saya pun merasa lebih berani dan percaya diri untuk mengikuti pilgrimage ini.

Dalam perjalanan, saya sangat bersemangat, apalagi melihat teman-teman yang juga antusias. Saya bahkan berhasil mendahului dua kelompok di awal perjalanan, yang semakin membuat saya bersemangat. Namun, saat tiba di dekat Patung Kuda, saya mulai merasakan kelelahan. Padahal, perjalanan masih sangat jauh. Saya berusaha menguatkan diri, tetapi mental saya semakin lemah setelah melewati Terminal Banyumanik. Perasaan gelisah dan kelelahan membuat saya berjalan sangat lambat. Saya berpura-pura kuat dan mencoba meyakinkan diri bahwa tujuan sudah dekat.

Saat tiba di Jalan Raya Ungaran, saya hampir putus asa karena jaraknya yang masih jauh. Ketika sampai di pos terakhir, saya memutuskan untuk beristirahat sejenak, mencoba berpikir jernih, dan menguatkan diri agar tidak stres. Namun, setelah melanjutkan perjalanan, saya kembali merasa putus asa dan stres. Tubuh saya sudah sangat lelah hingga nyaris tidak terasa lagi. Dalam kondisi itu, keluarga saya menghubungi saya. Mendengar suara mereka memberi saya kekuatan baru. Akhirnya, saya tiba di Girisonta, Ungaran, dengan perasaan bahagia dan bangga. Saya kaget karena tidak menyangka bahwa saya bisa kuat dan berhasil menyelesaikan perjalanan ini.

Sepanjang perjalanan, saya mencoba mengenali diri sendiri. Di awal perjalanan, saya belum memikirkan siapa diri saya sebenarnya. Namun, ketika mulai merasa lelah dan hampir menyerah, saya mulai merenungkan kehidupan saya. Saya menyadari bahwa saya memiliki tubuh yang gemuk dan tidak sekuat orang lain.

Saat terus merenung, saya memahami bahwa kegemukan saya disebabkan oleh kondisi ekonomi keluarga saya. Ketika masih SD, saya hidup dalam keterbatasan ekonomi. Saya jarang memiliki uang untuk jajan dan hanya bisa makan telur dan mi instan setiap hari. Gereja saya sering memberikan bantuan berupa mi instan, dan karena tidak ada pilihan lain, saya mengonsumsinya setiap hari hingga akhirnya tubuh saya menjadi gemuk.

Saat perjalanan, saya menyadari bahwa saya harus berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Saya ingin menjadi orang yang lebih kuat dan bisa membantu orang lain, bukan diri saya yang sekarang—yang masih lemah dan kurang berdampak bagi sekitar. Namun, saya juga mensyukuri satu hal: meskipun saya merasa lemah, saya masih bisa menyelesaikan pilgrimage ini. Saya bersyukur karena bisa merenungkan diri dan mengetahui apa yang perlu saya ubah dalam hidup saya.

Dari perjalanan ini, saya belajar bahwa ketika seseorang menghadapi kesulitan dan memiliki teman yang mendukung, ia bisa berpikir lebih luas dan menemukan jalan keluar. Saya mulai merenungkan hidup saat merasa lelah dan putus asa. Teman-teman saya juga menjadi inspirasi bagi saya untuk berubah. Saya ingin memiliki tubuh yang lebih kuat seperti mereka, sehingga saya bisa lebih berdampak bagi orang lain.

Kegiatan pilgrimage ini bukan hanya tentang perjalanan fisik, tetapi juga tentang kebersamaan dan pendalaman diri. Saya merasakan bagaimana tim saya saling mendukung dan menguatkan satu sama lain. Saat saya lemah, mereka memberi saya semangat. Dari perjalanan ini, saya juga belajar bagaimana menguatkan diri sendiri di saat-saat terlemah saya.

Karena adanya kebersamaan, saya semakin termotivasi untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Saya juga bisa lebih memahami diri sendiri dan menyadari bahwa saya perlu menjadi lebih kuat agar bisa memberi dampak positif bagi orang lain.